Mungkin tulisan ini ora menarik blass, mungkin juga tulisanku ini mung marakke ngantuk atau be-te, tp kuberanikan diri menyajikannya, yo paling tidak sebagai sarana untuk mbagi informasi pengalaman yang aku dapat setelah “lulus” dari Remais PCC dan mengabdikan diri ke negara tercinta lewat TNI Angkatan Udara.
Aku masuk dunia militer pada tahun 1992, saat itu ketika aku masih “menjabat” sebagai Sekretaris I Remais PCC, aku mendapat karunia yang sangat besar dari Allah yaitu diterimanya aku sebagai prajurit TNI Angkatan Udara.
Aku sangat bersyukur atas karunia itu.
Menjadi seorang abdi negara khususnya sebagai tentara memang menjadi cita-citaku, karena menurutku, profesi itu bisa merefleksikan kecintaanku kepada negara ini, dan bukankah cinta tanah air merupakan bagian dari Iman?
Ingatlah salah satu hadits : “Hubul Wathan Minnal Iman” (Cinta tanah air itu sebagian dari Iman). Tahun 1993-1994 aku dinas di Pangkalan TNI AU (Lanud) Halim Perdanakusuma Jakarta, Tahun 1994-1998 di Lanud Dumatubun Langgur Tual Maluku Tenggara, tahun 1998-2001 Lanud Suryadharma Kalijati Subang, tahun 2001-Mei 2009 di Markas Komando Operasi TNI AU I Jakarta dan dari bulam Mei 2009 sampai dengan saat ini aku menjalani penugasan di salah satu institusi pemerintah non Departemen di Bengkulu.
Cerita ini terjadi tahun 1995, waktu aku berdinas di Pangkalan TNI AU Dumatubun Langgur Tual Maluku Tenggara. Langgur adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengara. Kecamatan Langgur terletak di suatu pulau yang bernama Kei Kecil. Sesuai namanya pulau itu memang kecil, sehingga sepertinya aku ini berada di sebuah kapal, madep ngetan laut, mujur ngulon juga laut.
Di sekitar Lanud Dumatubun, berdiri kokoh simbol2 agama Non Islam, ada banyak gereja, ada Sekolah Missionaris, ada Pasturan, dan dikelilingi oleh desa2 Nasrani (di Maluku Tenggara, suatu desa dapat dicirikan sebagai suatu desa Muslim atau Non Muslim dilihat dari agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya, jarang sekali ada desa yang masyarakatnya heterogen keyakinannya, karena itu disana suatu desa disamping ada nama desanya juga diembel-embeli identitas agama masyarakatnya, seperti kampung Islam, kampung Kristen atau kampung Katholik).
Terasa berat berdakwah di sana, disamping masyarakat sekitar Pangkalanku mayoritas Non Muslim, Komandanku juga bukan seorang muslim, ditambah statusku sebagai seorang tentara yang terkekang oleh aturan-aturan militer.
Waktu itu menjelang bulan Ramadhan 1406 H, aku mempunyai ide untuk menyemarakkan bulan suci tersebut di wilayah Langgur.
Aku ajak 4 orang teman yang kebetulan satu angkatan denganku untuk ngrembug ide tersebut, dan referensi yang kupakai adalah kenangan tentang “RAMADHAN DI PERUMNAS (RDP)”.
Singkat cerita konsep proposal-e sudah jadi, tinggal ngajukan ke Komandan (yang bukan seorang muslim itu). Untuk diketahui, Komandanku ini agak susah untuk hal-hal yang berpotensi “njaluk dana” apalagi untuk urusan agama Islam. Makanya aku menggalang dukungan dari Kepala Dinas Operasi dan Kepala Dinas Personel ku yang seorang Muslim.
Alhamdulillah beliau2 respek pada ideku dan berjanji akan mendukung langkah-langkah yang aku tempuh.
Proposal pun “kusebar”, para pejabat di Kabupaten kutembusi untuk memohon bantuan dana. Tak kusangka dan tak dinyana, sambutan dari pejabat2 (termasuk Bupati Maluku Tenggara) sangatlah luar biasa!!!
Kegiatan RDL (Ramadhan di Langgur) pun dimulai, sambutan yang kami peroleh dari masyarakat muslim Kabupaten Maluku Tenggara, terutama dari Himpunan Pelajar Islam kota Tual ternyata di luar perkiraan.
Berbondong-bondong mereka mendatangi masjid di Pangkalanku yang berjarak 3 Km dari pusat kota Tual untuk mengikuti setiap acara yang kami adakan.
Kami adakan Taddarusan setiap malam, Diskusi Ahad Pagi (DAP), Kajian Jelang Buka Puasa (KJPS), Pekan Nuzulul Qur’an (PNQ), Kajian Keluarga Sakinah (KKS) dan Gema Takbir Keliling (di akhir Ramadhan).
Kami sangat bangga dengan antusiasme mereka, lebih bangga lagi karena ternyata mayoritas dari mereka adalah remaja-remaja Islam putri yang manis-manis (kan ada slogan Ambon manise tho, hehehe…. ).
Mohon maklum, waktu itu prajurit-prajurit TNI AU di sana (khususnya yang bujangan) termasuk “Barang Langka dan mempunyai Nilai Jual yang tinggi”, disamping karena mayoritas kami orang Jawa, yang kulitnya lebih “padhang” dibanding masyarakat asli sana, juga karena secara postur kami berbeda dengan tentara2 asli sana, hehehe lagi… (boleh tho menyombongkan diri!!).
Jadi, apakah motivasi mereka karena tertarik dengan program RDL itu atau karena ingin lihat tentara langit (sebutan untuk prajurit AU), yo mbuh!! Yang pasti, kegiatan RDL tersebut telah berjalan dengan sangat sukses.
Kuyakini, kegiatan itu telah memerahkan telinga para missionaries, para pastur atau pendeta yang mengklaim daerah Langgur sebagai basisnya agama mereka. Terasa sangat indah bagi kami, bisa mengumandangkan Adzan, memperdengarkan ayat-ayat Allah, menebarkan salam dan menunjukkan Ukhuwah Islamiyah di tengah2 lingkungan pemeluk agama Non Islam, terasa begitu membanggakan bisa melihat remaja-remaja Islam dengan balutan busana muslimnya melintasi kawasan yang berpenduduk Nasrani untuk menuju ke masjid Allah di Pangkalan kami.
Alhamdulillah, dari niat yang tulus untuk mensyiarkan Islam, ditambah semangat menegakkan Li Illahi Kalimatillah, tercapailah hasil yang luar biasa.
Dari tulisan yang sederhana ini, ada 3 hal yang bisa kusimpulkan :
1. Dari perasaan ragu yang sempat muncul untuk mengadakan suatu acara Islami karena alasan situasional, yaitu lingkungan di mana aku tinggal yang mayoritas Nasrani, Komandanku yang bukan seorang Non Muslim dan statusku sebagai seorang tentara yang terbatas pada aturan-aturan militer, tetapi karena terdorong niat yang tulus untuk mensyiarkan Islam, Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan.
2. Tak selamanya istilah “menjiplak” itu berkonotasi jelek, aku buktikan dengan menjiplak program-program RDP (Ramadhan di Perumnas) lalu kuterapkan di Langgur dengan nama RDL, ternyata hasilnya tak kalah hebat.
3. Apa salahnya kita mencoba melakukan sesuatu pekerjaan yang bernilai positif di “daerah orang” yang sebenarnya berbeda kulturnya. Kita mungkin belum pernah mencoba melakukannya, dengan alasan karena kita enggan, ragu, malas atau bahkan takut mencobanya. Kita hanya berani melakukan di daerah kita sendiri yang memang lingkungannya mendukung untuk melakukannya yang disebabkan karena kita satu komunitas, karena akeh koncone lan sedulure, atau karena kesamaan latar belakang agama dan budayanya. Kalau memang hanya karena alasan itu kita berani melakukannya berarti kita tergolong orang yang tidak menyukai tantangan dan pantas disebut “Jago Kandang”.
Tulisan ini semoga bisa menjadi lecutan semangat bagi sahabat-sahabat yang ingin menegakkan kembali kejayaan Remaja Islam Perumnas Condongcatur. Mungkin ada niat di dada para sahabat, tapi rasa ragu terasa masih membelenggu. Mungkin sudah terlintas pikiran untuk memulai, tapi terbesit rasa malu untuk mencontoh pada kesuksesan masa lalu. Mungkin juga telah muncul keinginan untuk menggairahkan kembali kegiatan2 Remais PCC, tapi terhambat oleh adanya rasa takut gagal.
Ayo sahabatku, kita majukan kembali Remais tercinta. Pasang niat yang lurus, semata-mata mengharapkan ridlo-Nya.
Allah telah menjanjikan, sesuatu yang diniatkan untuk tujuan baik, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik.
Mart Hariyadi
(anggota tentara langit)